Sabtu, 29 Desember 2012

Outline Kuantitatif : Hubungan Antara Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita



HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

Samsiah

Semester V C, FKM UWIGAMA, NPM: 10.13201.01395
Blog: samsiah81.blogspot.com
 
 
A.     Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama -sama dengan malnutrisi dan diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak Balita di negara berkembang (Sharma et al., 1998). Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI, 2000). ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dirjen P2ML, 2000). Host, lingkungan dan sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (Sharma et al., 1998).
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang menggunakannya sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran man usia, dan penyediaan air bersih (Azwar, 1990). Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA. Hubungan antara rumah dan kondisi kesehatan sudah diketahui. Pada komunitas Aborigin prevalensi penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi yang buruk, kontrol kondisi lingkungan yang buruk, kepadatan yang tinggi dan penyediaan air bersih yang tidak memadai (Taylor, 2002). Rumah yang jendela nya kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah. Bayi dan anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan matahari pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA (Ranuh, 1997).
B.     Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Adakah hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita ?”
C.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya tingkat hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Tujuan khusus adalah menganalisa hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita dan mengukur tingkat hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
Manfaat penelitian ini adalah meningkatkan pengalaman dan menambah wawasan peneliti dalam pengetahuan hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
D.     Ruang Lingkup
Sanitasi Rumah
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar, 1990).
Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara. Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di luar rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur, pemakaian obat nyamuk bakar (Mukono, 1997).
Kejadian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan jurnal hasil penelitian yang saya dapat, menyebutkan bahwa penyakit tersebut merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI, 2000). ISPA merupakan suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lender dari hidung yang dapat berlangsung sampai dengan 14 hari berturut-turut.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut yaitu, infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Sedangkan saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract), kemudian untuk istilah infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sehingga dapat disimpulkan infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus influensa, virus para-influensa dan virus campak), dan adenovirus. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria.
E.      Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional mengunakan case control study (penelitian kasus pembanding), yang hasilnya akan dianalisa secara deskriptif dan analitik.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang terdiri dari 56 orang mahasiswa. Penelitian ini menggunakan cara non probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).
Cara Pengumpulan Data
Data Primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur dengan responden yang menjadi subjek penelitian baik terhadap kelompok kasus maupun kontrol. Sedangkan data sekunder berisi tentang identitas kasus, diperoleh dari dokumen petugas Surveilans Puskesmas yang meliputi nama, umur, diagnosis, alamat tempat tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar