HUBUNGAN ANTARA
SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
Samsiah
Semester V C, FKM
UWIGAMA, NPM: 10.13201.01395
Blog:
samsiah81.blogspot.com
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama -sama
dengan malnutrisi dan diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama
pada anak Balita di negara berkembang (Sharma et al., 1998). Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada
anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes
RI, 2000). ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada
sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% -
30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
disebabkan oleh ISPA (Dirjen P2ML, 2000). Host, lingkungan dan
sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan
keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (Sharma et al., 1998).
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang
menggunakannya sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban,
kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah,
sarana pembuangan kotoran man usia, dan penyediaan air bersih (Azwar, 1990).
Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular,
terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan
tersebarnya ISPA. Hubungan antara rumah dan kondisi kesehatan sudah diketahui.
Pada komunitas Aborigin prevalensi penyakit yang tinggi disebabkan oleh
sanitasi yang buruk, kontrol kondisi lingkungan yang buruk, kepadatan yang
tinggi dan penyediaan air bersih yang tidak memadai (Taylor, 2002). Rumah yang
jendela nya kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan
baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah. Bayi dan
anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab
dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan matahari pagi
sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA (Ranuh, 1997).
B. Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“ Adakah hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita ?”
C. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan umum
dari penelitian ini adalah diketahuinya tingkat hubungan antara sanitasi rumah
dengan kejadian ISPA pada balita. Tujuan khusus adalah menganalisa hubungan
antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita dan mengukur tingkat
hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
Manfaat
penelitian ini adalah meningkatkan pengalaman dan menambah wawasan peneliti
dalam pengetahuan hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada
balita.
D.
Ruang Lingkup
Sanitasi Rumah
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban,
kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan
sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar,
1990).
Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan
polutan di udara. Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan
di luar rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal
dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur, pemakaian
obat nyamuk bakar (Mukono, 1997).
Kejadian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) berdasarkan jurnal hasil penelitian yang saya dapat, menyebutkan bahwa
penyakit tersebut merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di
Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak Anak
Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI,
2000). ISPA merupakan suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lender dari hidung yang
dapat berlangsung sampai dengan 14 hari berturut-turut.
Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai
berikut yaitu, infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Sedangkan
saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract), kemudian untuk istilah infeksi akut yaitu infeksi yang
berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sehingga dapat disimpulkan
infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan
heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300
lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara
lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus influensa, virus
para-influensa dan virus campak), dan adenovirus. Bakteri penyebab ISPA
misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza,
Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria.
E. Metodologi
Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional mengunakan case control study (penelitian kasus pembanding), yang
hasilnya akan dianalisa secara deskriptif dan analitik.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
mahasiswa yang terdiri dari 56 orang mahasiswa. Penelitian ini menggunakan cara
non probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan
sampel secara purposive didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri, ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).
Cara Pengumpulan Data
Data Primer diperoleh dengan melakukan
wawancara menggunakan kuesioner terstruktur dengan responden yang menjadi
subjek penelitian baik terhadap kelompok kasus maupun kontrol. Sedangkan data
sekunder berisi tentang identitas kasus, diperoleh dari dokumen petugas
Surveilans Puskesmas yang meliputi nama, umur, diagnosis, alamat tempat tinggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar